Lose
Kaki jenjangnya diluruskan. Mata yang tidak begitu menarik itu terpejam rapat. Telinga yang dipenuhi lubang kecil bekas anting-anting sedang mendengar bisikan-bisikan nyaris tak terdengar. “Aku bisa mendengarmu!” Serunya dengan mata terpejam. Kemudian suara runtutan kaki berlari terdengar sekali hilang. Pria itu menghela napas. Mata sipitnya dibuka perlahan. Silau matahari menusuk begitu saja. Ah, semalaman dia tidak tidur. Pikiran konyol terus mengusiknya. Kaki telanjangnya menuruni tangga. Sepi. Rumah atau kuburan? Dia mendengus sambil terus berjalan. “Selamat pagi, Tuan.” Seorang pelayan membungkukkan tubuh pendeknya. Dia semakin terlihat pendek. Pria itu hanya melambaikan tangan sebentar dan pelayan menegakkan tubuhnya kembali. “Mau sarapan apa, Tuan?” Pria itu menatap pelayan di hadapan dengan mata sipit yang disipitkan. “Sarapan?” Pria itu tertawa kesal. “Kalau kau mau menghinaku karena aku bangun siang, itu hakmu. Tapi ini pukul satu siang. Bagaimana kau menganggap ini sarapan?” “Maaf, Tuan.” Pelayan itu menunduk dalam. Rasanya kepala yang ia punya akan tenggelam diantara ubin-ubin di bawah kakinya. Kemudian seseorang keluar dari pintu belakang. “Ah, selamat pagi, Tuan.” Sekretaris rumahnya langsung membungkukkan tubuh. “Apa yang kalian makan pagi tadi? Ini siang. Ya, Tuhan.” Pria itu memalingkan wajah. “Siapkan mobil, aku mau keluar.” “Baik, Tuan.” *** Pria itu berdiri di depan toserba. Mobilnya diparkir sedikit jauh. Sesekali dia bercermin, menatap penampilannya. Di dalam toserba itu ada wanita yang membuatnya tidak tidur semalaman. Cinta pada pandangan pertama. Konyol tapi nyata adanya. Pria itu tidak...
Read More